Welcome to My Blog

Tukang Koran ITuu... ( Zone Cewek )

Saturday 4 August 2012

Cerita Dewasa

0


Zone Dewasa


Terus terang tak pernah aku berpikir bisa berbuat seperti ini sebelumnya. Di kalangan masyarakat komplek perumahan yang kutinggali, aku termasuk ibu rumah tangga yang alim dan terhormat. Aku sangat mencintai suamiku, Mas Wardi yang berusia 38 tahun, cukup ganteng, punya jabatan pula (dia adalah seorang insinyur dan manager dari sebuah perusahaan konstruksi). Aku sendiri Ani, 32 tahun, cukup cantik, bahkan menurut tetanggaku aku sangat cantik, hingga mereka bilang aku mirip Ussy Sulistiowati, itu lho pembawa acara KDI yang berpasangan dengan Ramzi di stasiun televisi TPI. 

Setiap keluar rumah, aku selalu memakai jilbab panjang yang tersampir hingga pinggang, lengkap dengan jubah panjang yang menutupi seluruh tubuh. Aku pun aktif di pengajian-pengajian yang sering diadakan di sekitar rumahku.Memang kuakui aku agak kesepian. Sejak 5 tahun perkawinan, kami belum juga dikaruniai anak. Saat-saat suami tak di rumah aku sering khawatir dan cemburu, takut dia mencari perempuan lain yang bisa memberikan anak. Demikian pula saat suami sedang sibuk atau lelah dan tak banyak ngomong, aku sudah cepat curiga dan cemburu pula. Aku sering membesarkan hati sendiri, bahwa tak ada yang kurang dari diriku. Pakaian islami, tubuh sintal, kulit putih, ukuran payudara 36B, pantat pun masih montok, tak mungkinlah suamiku mencari wanita lain di luar sana.

Demikianlah pada suatu ketika karena aku ada sedikit gangguan kesehatan, aku pergi berobat ke sebuah poliklinik posyandu yang tidak jauh dari rumahku. Biasanya suamiku sendiri yang mengantar ke RS Medika Kuningan, tetapi karena sedang tugas keluar kota jadi aku harus ke dokter sendiri. Hari itu aku memakai jubah panjang yang berwarna putih serta jilbab berwarna merah muda yang juga panjang.Saat aku turun dari angkot (kendaraan umum) nampak di ruang tunggu posyandu sudah penuh orang. Tetapi aku santai saja karena memang tak ada urusan yang menunggu sehingga harus buru-buru. Mas Wardi, keluar kota untuk 1 minggu sejak kemarin pagi. Aku juga tak perlu masak memasak. Kami berlangganan makanan dari tetangga yang mengusahakan catering.

Sesudah beberapa saat menunggu, aku berasa kepingin ke toilet untuk kencing. Sesudah melalui lorong poliklinik yang cukup panjang dan kemudian deretan pintu toilet untuk lelaki aku sampai ke toilet perempuan. Pada saat inilah peristiwa itu terjadi hingga melahirkan cerita ini.


Tanpa sengaja saat melewati toilet lelaki aku menengok ke sebuah toilet yang pintunya menganga terbuka. Aku langsung tertegun dan sangat kaget seakan tersengat listrik. Kusaksikan seorang lelaki sedang berdiri kencing dan kulihat jelas pancuran kencingnya yang keluar dari kemaluannya yang nampak tidak tersunat. Yang membuat aku tertegun adalah kemaluan lelaki itu. Aku anggap sungguh luar biasa gede dan panjang. Dalam pandangan yang singkat itu aku sudah berkesimpulan, dalam keadaan belum tegang (ngaceng) saja sudah nampak sebesar pisang tanduk. Aku tak mampu membayangkan sebesar apa kalau kemaluan itu dilanda birahi dan ngaceng.

Aku masih tertegun saat lelaki itu menengok keluar dan melihat aku sedang mengamatinya. Entah sengaja atau tidak, dia menggoyang-goyangkan kemaluannya itu. Mungkin untuk menuntaskan kencingnya. Aku cepat melengos. Aku malu dikira sengaja untuk melihatinya. Dan aku juga malu pada diriku sendiri, sebagai istri ataupun wanita sebagaimana yang aku gambarkan di atas tadi. Tetapi entahlah. Barangkali lelaki tadi telah sempat melihat mataku yang setengah melotot melihat kemaluannya. Aku sendiri jadi resah. Hingga sepulang berobat itu perasaanku terus terganggu.

Aku akui, oleh sebab peristiwa itu selama aku menunggu panggilan dari petugas poliklinik, pikiranku terus melayang-layang. Aku tak mampu menghilangkan ingatanku pada apa yang kusaksikan tadi. Mungkin aku tergoda. Dan tidak sebagaimana biasanya, libidoku terganggu. Bayangan akan seandainya kemaluan sebesar itu menembusi vaginaku terus mengejar pikiranku. Jantungku terus berdegup kencang dan cepat. Entah apa yang kumaui kini. Kenapa aku jadi begini?! Seorang Ani Nurul Hidayah yang cantik, terhormat, dan alim tak boleh berpikir seperti ini !Bahkan kini aku mulai mencari-cari, siapa sebenarnya lelaki itu. Kutengok-tengok di antara pengunjung yang berada di ruang tunggu dan juga sepintas yang ada di teras dan halaman kebun, namun aku tak pernah menjumpainya lagi.Khayalanku bahkan terus bergerak menjadi demikian jauh. Kubayangkan seandainya kemaluan macam itu berdiri tegak macam Tugu Monas. Dan aku berada di dekatnya hingga hidungku disergap aroma kelelakiannya sambil aku membayangkan menjilati kemaluan tegak itu.

Ahh.. Tanpa sengaja tanganku memilin puting susu dari balik jilbab panjangku. Rasa gatal kurasakan pada ujung-ujung pentilku, begitu hebat.

~~~ @@ ~~~


2 hari kemudian,, Aku sedang menyirami kembang di halaman saat aku dengar tukang pengumpul koran lewat depan rumahku,

"Koran bekas.. Korraann..." teriakannya yang khas.

Sudah lebih dari 3 bulan koran bekas numpuk dekat lemari buku. Aku pikir kujual saja untuk mengurangi sampah di rumah.
Tanpa banyak pikir lagi,"Bang, tunggu, saya punya koran bekas, tuhh..." sambil aku beranjak memasuki rumah untuk mengambilnya.
Namun ternyata koran sebanyak itu cukup berat. Kuputuskan, biar si Abang itu saja yang mengambilnya. Kusuruh dia masuk sambil sekalian bawa timbangannya.

Sesudah mengikatnya dengan rapi dan menimbangnya, dia memberikan Rp. 10.000, padaku untuk harga koran itu.
"Terima kasih, Bu.."

Dan aahh.. Kurang ajar bener nih Abang. Saat menyerahkan uang di ruang tamu rumahku itu tangannya setengah meraih dan kurasakan hendak meremas tanganku. Aku tarik secepatnya dan.. Aku kaget. Bukankah ini lelaki yang kulihat di poliklinik kemarin?!

Orang yang telah membuat jantungku berdebar keras-keras. Semula aku hendak marah, namun kini ragu. Hatiku bicara lain. Bukankah dia yang telah mampu membuat aku resah gelisah. Bu Ani yang alim ini kini tertegu penuh birahi di hadapan seorang kuli pengumpul Koran bekas.Tak terelakkan mataku mencari-cari. Mataku menyapu pandang pada tubuhnya.

Berbaju kaos oblong sisa kampanye Pilpres I yang berlogo salah satu calon presiden itu, aku memperhatikan gundukan menggunung pada selangkangan yang bercelana jeans kumel. Namun bila dilihat lebih jelas lagi, ternyata Abang ini bersih dan.. Sangat jantan.

"Haahh... rasanya saya pernah lihat Abang ini, deh," begitu aku berpura kelupaan. Dia melihati aku dengan pandangannya yang tajam menusuk. Terus terang aku jadi takut dan bergidik. Mau apa dia ini? Dan yang terjadi adalah langkah pasti seorang pejantan,

"Yaa.. Aku melihat ibu di poliklinik itu, khan. Waktu itu ibu menengok aku yang sedang kencing?!"

Aku nggak setuju dengan tuduhannya itu. Namun apa sih artinya. Toh terbukti dia telah menggetarkan jiwaku.
Dan dengan penuh percaya diri yang disertai senyumannya yang mesum dia mendesah berbisik..

"Aku sering berselingkuh dengan perempuan di luar istriku, Bu. Aku tahu kebanyakan perempuan suka dengan apa yang aku punya. Aku sangat tahu, Bu,"  dengan bisik desah serak-seraknya tanpa ragu dia membanting dan merobek-robek harga diriku.

Dan yang lebih hebat lagi... "Nih..... Ibu mau lihat?," tanpa ragu lagi di cepat membuka celananya dan mengeluarkan kemaluannya yang masih belum tegak berdiri.

Namun aku sekarang menjadi sangat ketakutan.Bagaimana seandainya dia bukan hanya menarik hati saja tetapi juga berbuat jahat atau kejam atau sadis padaku. Apa jadinya? Ahh, dia telah melumpuhkan pertahanan diri ku yang berjilbab panjang ini.

"Nggak, Bang.. Cukup. Terima kasih.. Sudah tinggalkan saya.. Tinggalkan rumah ini," kataku panik, cemas, takut dan rasanya pengin nanis atau minta tolong tetangga.



Tetapi semuanya itu langsung musnah ketika tanpa terasa tanganku telah berada dalam genggamannya dan menariknya untuk disentuhkan dan digenggamkan ke batang kemaluannya yang kini telah bangkit membusung, dengan sepenuh liku ototnya, dengan semengkilat bening kepalanya, dengan searoma lelaki yang menerpa dan menusuk sanubariku.

"Lihat dulu, Bu.. Jangan takut.. Aku nggak akan menyakiti ibu, koq," bisiknya setengah bergetar, terdengar begitu penuh pengalaman dan sangat menyihir. Dan aku benar-benar menjadi korban tangkapannya seperti rusa kecil dalam terkaman singa pemangsanya.

"Lihat dulu neng..." sekali lagi diucapkannya.Kali ini dengan tangannya sambil meraih kemudian menekan bahuku untuk bergerak merunduk atau jongkok. Dan sekali lagi aku menjadi begitu penurut. Aku berjongkok. Dan kusaksikan apa yang memang sangat ingin kusaksikan dalam 2 hari terakhir ini.

Aku yang masih mengenakan jilbab panjang berwarna hitam ini kini tengah berhadapan langsung dengan kemaluan seorang pria yang bukan suamiku, dan aku tengah terangsang.Ini bukan saja pesona. Ini merupakan sensasi bagi aku, Ibu Ani yang santun dan alim, istri manager yang juga insinyur itu. Kini aku bergetar. Dengan jantungku yang berdegup-degup memukul-mukul dada mataku nanar menatap kemaluan lelaki lain. Sungguh aku terpesona. Kemaluan itu nampak sangat 'ngaceng' bak laras meriam yang lobangnya mengarah ke wajahku. Aku menyaksikan lubang kencing yang menyihir libidoku. Aku menyaksikan 'kontol' yang dahsyat. Aku langsung lumpuh dan luluh. Aku terjerat kelumpuhanku. Demikianlah pula saat kusaksikan ujung meriam itu mendekat, mendekat, mendekat hingga menyentuh pipiku, hidungku dan bibirku.

Yang kemudian kudengar adalah sepertinya 'suara jauh dari angkasa' yang penuh vibrasi,,, "Jilat, neng jilbab, isep. Banyak koq ibu-ibu pengajian yang sudah menikmati ini juga. Isep kontolku, neng. Aku ingin merasakan bibir neng jilbab yang sangat cantik dan seksi ini. Aku ingin merasakan isepan mulut neng yang pake jilbab panjang ini"

Tangan kanannya menekan kepalaku yang masih berbalut jilbab dan tangan kirinya mengasongkan 'kontol'nya ke mulutku. Bagaimana aku mampu mengelak sementara aku sendiri serasa lumpuh sendi-sendiku. Aku merasakan ada asin-asin di lidahku.

Aku tersadar. Aku jadi sepenuhnya sadar namun segalanya tengah berlangsung. Aku tak mampu menghindar, baik dari kekuatan fisikku maupun dari tekad yang dikuasai rasa bimbang.

Tidak lama. Mungkin baru berlangsung sekitar 1 atau 2 menit saat 'kontol' itu terasa semakin mengeras dan memanas. Mulutku penuh dijejali bongkol kepalanya yang menebar rasa asin itu. Sambil berdiri mengangkangi aku yang jongkok di depannya si Abang dengan sangat kuat mendorong-dorong kepalaku dan menggoyangkan pinggulnya mendorong dan menarik 'kontol'nya ke mulutku. Lagi, lagi, lagi. Hingga nyaris membuatku tersedak. Rasanya ujung 'kontol' itu telah merangsek maju mundur ke gerbang tenggorokanku.

Kedutan-kedutan besar yang disertai semprotan-semprotan lendir kental yang hangat penuh muncrat ke haribaan mulutku. Aku tahu persis, si Abang telah menumpahkan air maninya ke mulutku. Dan kemudian yang tak kuduga sebelumnya adalah saat dia memencet hidungku hingga dengan ngap-ngapan aku terpaksa menelan tuntas seluruh cairan kentalnya dan membasahi tenggorokanku.Sepertinya aku minum dan makan kelapa muda yang sangat muda. Lendirnya itu demikian lembut memenuhi mulut untuk kukunyahi dan terpaksa menelannya. Bahkan pada suamiku aku tak pernah merasakan macam ini. Rasanya aku akan jijik dan tak akan pernah melakukannya pada Mas Wardi.

Aku masih tertegun dan setengah bengong oleh rasa yang memenuhi rongga mulutku saat dia menggelandangku ke kamar tidurku. Dengan tenaga kelelakiannya dia angkat dan baringkan tubuhku ke ranjang pengantinku. Entah kekuatan apa, aku tak mampu mengelakkan apa yang si Abang ini perbuat padaku.

Dia lepasi busanaku. Dia tarik hingga robek jubahku. Demikian pula pakaian dalamku. Namun yang aneh, dia menyisakan bakutan jilbab panjang berwarna hitam tetap menempel di kepalaku. Dia renggut BH-ku seketika hingga aku juga yakin kancing-kancingnya lepas. Dan tak ayal pula di renggut celana dalamku. Dia ciumi celana itu sambil menebar senyuman birahi dari gelora syahwatnya yang sedang terbakar berkobar. Kemudian rebah menindih tubuh telanjangku.

"Neng muslimah, biar aku buat neng ketagihan yaa.. Nikmati kontolku neng. Mahal nih. Aku tak mau sembarang ibu-ibu aku layani. Aku hanya milih-milih saja," begitu suara orang yang dilanda prahara birahi sambil tangannya meremasi pinggul kemudian bokongku sementara bibirnya yang demikian tak terawat nyosor untuk melumat bibirku. Aku berusaha menolaknya. Rasa jijik dan enggan menderaku.

Namun sasaran berikutnya benar-benar membuat aku menyerah. Dia 'kemot-kemot' pentil susuku. Dia gigiti dagingnya. Entah berapa lama dia isepin dan tinggalkan cupang-cupang kotor pada seluru bidang dadaku, leherku, bahuku, ketiakku. Kemudian juga turun keperut, ke selangkangan, ke pahaku.

Adduuhh.. Ini sungguh sangat surgawi. Kenikmatan hubungan seksual yang belum pernah aku dapatkan dari suamiku. Dan ketika puncak birahinya datang, si Abang ini naik merangsek dan menindih kembali tubuhku.  Kurasakan 'kontol'nya mulai menggosok-gosok paha dan selangkanganku. Aku sudah benar-benar terbius.



Dorongan nafsu birahiku sudah berada di ambangnya. Aku sudah tak mampu lagi menahannya. Kini desah, rintih, jerit tertahan keluar dari mulutku dan memenuhi kamar pengantinku yang sempit ini,,

"Tolonng baang.. Ayoo, Bang.. Aku sudah nggak tahaann.. Toloong.. Enak bangeett baang.. Aku cinta kontol abaang.. Biar aku minum lagi pejuh aba nanti yaa..." kuraih kemaluan besar itu dengan cepat dan kutuntun untuik menembusi kemaluanku yang sudah sangat menantinya.

 Masih dalam upaya penetrasi, dimana ujung 'kontol' dahsyat itu sedang menerpa-terpa bibir kemaluanku ketika aku meraih orgasme pertamaku. Aku kembali menjerit dan mendesah tertahan. Kulampiaskan nafsu syahwatku. Kurajam pundak si Abang dengan cakarku. Kuhunjamkan kukuku ke dagingnya. Rasanya kemaluanku demikian mencengkeram untuk mempersempit kepala kemaluan itu menembusinya. Namun rasa gatal ini sangat dahsyat. Si Abang cepat menerkam bibirku sambil mendesakkan kontolnya dengan kuat ke lubangku.Begitu blezz.. Aku langsung diterpa orgasme keduaku.

Ahh.. Inikah yang disebut orgasme beruntun? Hanya selang 10 detik aku mendapatkan kembali orgasmeku. Ternyata memang inilah.

Dalam hujan keringat yang menderas dari tubuhku dan tubuhnya selama 2 jam hingga jam 4 sore, aku mendapatkan orgasme beruntunku hingga sekitar 10 atau 12 kali. Aku tak mungkin melupakan kenikmatan macam ini. Mungkin aku tertidur karena puas dan lelah yang kudapatkan.Aku terbangun saat kupingku mendengar telpon berdering.

Aku bangun dan lari untuk mengangkatnya,"Jeng Ani, apa kabar..? Sehat? Aku sedang berada di pusat kerajinan di Balikpapan, nih. Banyak barang-barang artistik disini. Pasti kamu senang. Mau dibeliin apa?," demikanlah kebiasaan suamiku kalau bertugas keluar kota.

Dia selalu sempatkan mencari barang-barang kerajinan asli setempat. Dia tahu aku sangat menyenangi barang-barang macam itu. Kasihan, sementara dia bekerja keras jauh dari rumahnya, dia telah kehilangan permatanya..Ternyata dengan aku telah meninggalkannya dalam selingkuhku dengan si Abang. Masih pantaskah aku menjadi istri yang alim dan terhormat?

Kulihat si Abang telah pergi. Mungkin sebelum aku terbangun tadi. Tumpukkan koran itu telah dibawanya. Kulihat barang-barangku yang lain tak ada yang berubah dari tempatnya. Ah, terkadang kita cepat curiga dengan orang lain yang kelasnya se-akan dibawah kita.

Aku masih termangu hingga sore mengendap dan menggelap. Bibir dan dinding kemaluanku masih terasa pedih. Aku nggak tahu. Aku ini menyesal atau tidak atas selingkuh yang telah aku perbuat. Bahkan aku juga lupa Mas Wardi mau belikan apa tadi?! Yang aku mencoba mengingatnya hanyalah sekitar 10 atau 12 kali aku telah meraih orgasme dalm berasyik masyuk sepanjang 2 jam dengan Abang pengumpul koran bekas tadi. Mungkin itu akan menjadi rekor seumur hidupku


Continue Reading »

Kisahku bersama Rara ( Zone Cewek )

Friday 3 August 2012

Cerita Dewasa

0




Zone Dewasa


Cerita ini bermula waktu jumat malam sabtu sekitar jam setengah 12 malam. Tiba-tiba aku menerima telepon dari Rara, teman kuliahku dulu. Udah lama aku gak denger kabar dari. Dulu aku sering jalan bareng sama dia dan anak-anak dari jakarta. Biasalah, waktu di kampus kan kita primodial banget Tapi gak ada ruginya temenan sama Rara kok, orangnya cantik, tinggi semampai, body aduhai dan yang terakhir yang aku suka banget dari Rara adalah rambutnya.

Dari awal kuliah sampe selesai rambut Rara yang hitam legam itu selalu panjang. Apalagi kalau ditata sedikit menggelung, hmmm... aku selalu nganggep dia barbie doll banget..

"Halo Ra ? ada apa nih, tumben nelpon aku. Malem-malem lagi !" tanyaku.

"Yan, bisa jemput aku di XXX gak ?" tanyanya sambil menyebut salah satu tempat hiburan malam yang cukup ternama di kota bandung.

"Ha ? Kamu ada di Bandung ? Bukannya kamu di jakarta ? Terakhir aku denger kamu udah kerja di Jakarta ?" tanyaku heran, ngapain malem-malem Rara tiba-tiba ada di Bandung?.

"Yan ceritanya entar aja deh, sekarang please jemput aku. Dah malem banget nih" rajuk Rara padaku sedikit memelas.

"Ok deh, kamu tunggu sebentar, aku jemput sekarang, 10-15 menit deh" jawabku. Kemudian aku bersiap-siap mengeluarkan mobil untuk menjemput Rara.


Dalam perjalanan pikirannku penuh dengan pertanyaan. Pertanyaan terbesar tetap saja, ngapain Rara melem-malem ada tempat hiburan malam di Bandung, sendirian lagi. Yang lebih aneh lagi, kenapa minta jemput sama aku ? makin aneh !

Sesampainya di tempat hiburan malam tersebut, aku memarkir mobilku. Setelah turun, aku segera menemukan Rara sedang berdiri di pintu masuk. Kondisinya agak aneh.

"Halo Ra ! Sendirian ?" tanyaku.

"Iya Yan.." jawabnya lemah. Matanya kelihatan merah sekali.

"Ra, kenapa nih ada disini ? Hmm.. sorry ya, kamu mabuk ya ?" tanyaku menyelidik.

"Yan bisa kita berangkat sekarang gak ? gak enak nih diliatin sama orang-orang" ajaknya.

Aku melihat sekeliling, memang sih beberapa security dan pengunjung yang baru datang memperhatikan kita dengan tatapan aneh. "Oke deh, ayo. Mobilku kesebelah sana." ajakku ke Rara untuk naik ke mobil.


 Setelah menghidupkan mobil dan mengemudikan keluar areal parkir, aku bertanya ke Rara "Mau kemana nih Ra ?" tanyaku.

"Kemana aja deh Yan" jawab rara yang duduk disebelahku.

"Kamu nginep dimana ?" tanyaku.

"Belom punya tempat nginep" jawabnya singkat.

"Loh, gimana sih. Dah malem banget loh Ra, aku anter cari hotel ya" tawarku.

"Yan aku boleh nginep tempat kamu gak. Semalem aja, aku lagi butuh ditemenin nih" pintanya.

"Kamu gak pa-pa nginep ditempat aku ? Rumah kontrakan aku kecil loh, berantakan lagi. Biasa, rumah bujangan" jawabku sambil tersenyum.

"Aku dah tahu kamu emang berantakan dari dulu" jawabnya tersenyum kecil. Akhirnya dia tersenyum juga

"Ya udah kita pulang aja ya, kayaknya kamu juga dah cape banget." ajakku.

"Dari Jakarta kapan ?" tanyaku.

"Tadi sore" jawab Rara.

"Jadi dari jakarta kamu langsung ke xxx ?" tanyaku heran.

Dia cuma tersenyum kecil. Dasar nakal !

"Sorry nih Ra, kamu lagi ada masalah ya ?" tanyaku.

Dia terdiam sejenak, kemudian menjawab "Ya gitu deh." jawabnya.

"Boleh aku tau gak masalahnya sampe kamu jadi kayak gini" tanyaku lagi.

"Yan boleh gak nanya dulu gak ? Please..." pintanya.
"Aku cuma butuh ditemenin sekarang, tapi janji aku ceritain, kamu kan orang yang jadi repot gara-gara masalahku ini" lanjut Rara.

"OK deh, kalo kamu lagi gak pengen ngomongin, aku gak bakal nanya lagi" jawabku.

Dan mobilpun terus berjalan menyusuri suansana remang kota Bandung...


~~~ @@ ~~~


Sesampainya dirumahku, ternyata Rara gak ada persiapan apa-apa untuk pergi ke bandung, dia cuma membawa tas kecil yang berisi dompet dan peralatan kosmetik.

"Ra pake bajuku aja deh, baju kamu kan dah kotor dipake perjalanan" kataku sambil memberi Rara bajuku yang paling kecil dan celana pendek berkaret.

"Ok deh" jawabnya menerima baju tersebut. Kemudian Rara masuk kekamar mandi membersihkan badan dan berganti pakaian. Sementara aku membersihkan kamarku untuk ditempati Rara dan aku menggelar kasur di ruang tamu untuk tempat aku tidur. Aku memang punya kasur cadangan untuk persiapan kalo ada keluarga ato teman yang mau manginap.

"Ra kamu tidur di kamar aku aja ya, tuh aku dah siapin" kataku ke Rara.

"Aduh sorry Rian, aku jadi ngerepotin banget" katanya.
"Trus kamu dimana ?" tanya Rara.

"Tuh di ruang tamu, aku punya kasur cadangan kok" jawabku.
"Kamu dah makan malem ?" tanyaku.

"Udah, pake beberapa gelas bir" jawabnya sambil ketawa.

"Dasar kamu... Ya udah aku punya french fries sama nugget, mau aku gorengin gak ?" tawarku.

"Bolehlah, dari pada gak ada apa-apa" jawabnya sambil tertawa kecil. Akhirnya aku memasakkan dia kentang goreng, nugget dan sosis, emang cuma ada itu di kulkasku. Aku juga membuatkan dia teh hangat.
Setelah makan dan minum, terlihat Rara agak segaran dikit.

"Ya udah Ra, kamu tidur aja sekarang, udah jam setengah 2 nih" kataku.
"Lagian aku juga dah ngantuk banget" lanjutku.

"OK deh" jawab Rara yang kemudian beranjak masuk ke kamar, sebelum masuk dia sempat ngelambain tangan ke aku sambil tersenyum. Dasar nih orang, ngerepotin tanpa perasaan.

Kemudian aku rebahan di kasur dan menyalakan televisi. Tv memang ada di ruang tamuku. Aku mengecilkan suaranya supaya tidak mengganggu Rara. Walaupun aku dah ngantuk, tapi susah sekali aku memejamkan mata. Sekitar 15 menit kemudian, Rara keluar dari kamar dan menghampiri aku.


~~~ @@ ~~~


"Ada apa Ra ? butuh sesuatu ?" tanyaku.

Rara cuma diam tapi kemudian rebahan disampingku, bahkan dia menarik selimut yang aku pakai supaya dia kebagian.

"Kan aku dah bilang yan, aku lagi butuh ditemenin. Aku boleh tiduran disini gak ? Aku masih pengen ngobrol-ngobrol dulu sama kamu" kata Rara.

"Tapi Ra, kita kan beda" jawabku.

"Beda gimana ?" tanya Rara yang sudah rebahan disebelahku.

"Ya kamu kan cewek, aku cowok, trus kita dah sama-sama dewasa, apa kamu gak takut" tanyaku.

"Hmmm.. masa sih kamu mo nyakitin aku ? Setau aku dari dulu kamu kan baik sama aku Yan." jawab Rara.

Aku cuma menarik nafas, pikirku mungkin aku baik sama dia, tapi kan aku juga cowok biasa, mana ada cowok yang gak pusing ada cewek cantik tidur disebelahnya.

"Ya terserah kamu aja sih, walau menurutku agak aneh. Tapi berhubung kamu sedikit mabuk wajarlah" kataku.
Rara cuma tersenyum kecil.

"Ra, ngapain kamu ada di Bandung, trus dari sekian banyak orang di bandung kenapa sih kamu minta aku yang jemput ?" tanyaku.

"Gak tau Yan. Dipikiranku cuma ada kamu yang bisa aku percaya dan aku repotin" jawabnya.

Aku tersenyum kecil, sialan nih cewek, di baikin malah manfaatin.

"Inget waktu kuliah dulu ga yan, kamu kan bantu aku terus" lanjut Rara.

Aku terdiam mengingat masa lalu, memang sih Rara dulu gak semangat banget kuliahnya, kalo gak dibantu mungkin gak selesai. 

"Inget waktu skripsiku dulu gak ? Kan kamu banyak banget bantu aku" lanjut Rara.

"Kayaknya aku gak bantuin deh, tapi ngebuatin" jawabku sambil tertawa.

"Ye... tapi kan aku dah bayar pake makan-makan" jawab Rara sambil memukul lenganku.

"Masa sih bayarnya cuma makan-makan" jawabku sambil terus tertawa.

"Jadi dulu gak iklas nih" tanya Rara cemberut.

"Ya iklas lah, namanya juga temen" jawabku. kami berdua tertawa. "Ra, seinget aku, kamu dulu cewek baik-baik banget deh. Walau kamu trendi abis, selalu gaya, tapi gak pernah aneh-aneh. Tapi coba liat sekarang, tiba-tiba dateng ke bandung, mabok, trus nginep di tempat cowok lagi" kataku.

Rara cuma terdiam sambil memandangi cincin yang dipakai di jari manisnya. Kemudian dia melepas cincin itu dan meletakkannya di lantai.

"Ini gara-gara tunangan gue yan" kata Rara lirih.

"Jadi kamu udah tunangan ?" tanyaku.

Rara cuma mengangguk kecil.
"Dulu.." jawabnya singkat.

"Kok dulu ?" tanyaku heran.

"Sampe siang tadi sih yan. Hari ini kan libur, maksud aku sih mau istirahat aja dirumah. Tapi tiba-tiba tunanganku dateng sama seorang cewek. Dia mo mutusin tunangan sama aku. Dia mo nikah sama cewek itu minggu depan yan, cewek itu dah hamil" kata Rara sambil terisak.

"Oh gitu" jawabku prihatin.

"Masalahnya dia udah ngelamar aku yan, tanggal pernikahan juga udah ditentuin, persiapan juga udah dimulai" lanjut Rara dengan tangisnya yang menjadi.
"Mau bilang apa coba aku sama keluargaku Yan, aku malu banget" lanjut Rara menangis.

"Ya mo gimana lagi Ra, masalahnya emang berat banget" kataku kemudian memeluk dia. Lama sekali Rara menagis dipelukanku. Aku gak bisa banyak komentar, emang masalahnya pelik banget sih. Setelah tangis reda, pelukan kami lepaskan, aku dan rara rebahan saling bersisian kembali.
"Mungkin emang dia bukan jodoh kamu Ra." kataku ke Rara.

"Iya sih, tapi masa dia ninggalin aku gitu aja" jawab Rara.

"Abis mo gimana lagi Ra ? Anak yang dalam kandungan cewek itu gimana ? Kan harus ada yang tanggung jawab" jawabku.
"Kalo misalnya kamu maksain nikah sama dia, apa kamu mau seumur hidup tersiksa mengingat cowok yang kamu nikahin ternyata gak bertanggung jawab sama darah dagingnya sendiri"

"Iya juga sih. Kalo aku jadi cewek itu, aku pasti juga nuntut tanggung jawab" kata Rara.

"Ya masih untung lah mantan tunangan kamu masih mau tanggung jawab" kataku.

"Sebenernya dia dulu pernah minta ML sama aku, tapi aku tolak Yan. Mungkin kalo dulu aku kasih enggak jadi begini kejadiannya" kata Rara blak-blakkan.

"Walaupun demikian Ra, menurut aku gak bisa jadi alasan terus dia selingkuh dan ngehamilin cewek laen" Kataku.

"Dasar cowok, kenapa sih pikirannya seks melulu" kata Rara sedikit meninggi.

"Emang tuh, makanya aku gak mau pacaran sama cowok" jawabku sambil tertawa.
Rara ikutan tertawa.

"Rian, kamu dah pernah ML gak ?" tanya Rara menyelidik.

Aku cuma tersenyum kecil.

"Kok gak jawab ? udah pernah ya ?" tanya Rara dengan sangat ingin tau.
"Tuh kan diem aja, berarti dah pernah. Dasar cowok sama aja, pikirannya gak jauh-jauh dari selangkangan" kata Rara sambil memukuli dadaku.

"Ya walaupun dah pernah tapi aku kan gak ngelingkuhin tunanganku dan ngehamilin cewek laen" jawabku menggoda Rara sambil tertawa.

"Sama aja, dasar cowok. Brengsek semua" kata Rara sambil mengubah posisi yang awalnya menghadapku menjadi menghadap keatas.

Aku masih tertawa sambil menatap tubuh Rara yang menelentang.

"Yan emang ML enak banget ya, kok banyak banget sih yang belom nikah tapi dah ML, sampe hamil lagi" tanya Rara.

"Enggak Ra, ML sakit banget, makanya aku gak mau lagi" jawabku becanda.

Rara mencubit pinggangku.

"Iiiiihh... ditanya serius malah becanda" kata Rara.

"Abis kamu pake nanya sih. Ya pasti enak lah, kalo enggak kenapa semua orang pengen ML dan jadi ketagihan lagi" Kataku.
"Mungkin kalo ML gak enak manusia udah punah kali. Gak ada yang mau punya anak kalo MLnya ga enak ato sakit" kataku bercanda.

Rara cuma ketawa kecil. "Emang enaknya kayak gimana sih" tanya Rara.

Aku terdiam sejenak. "Gimana ya Ra, aku susah untuk neranginnya, tapi emang ML kegiatan paling enak dari semua kegiatan. Entar kamu juga ngerti kok kalo udah ngalamin" jawabku.

"Hmm... enaknya kayak coklat gak ?" tanya Rara semakin aneh

"Gimana ya Ra, kalo kita makan coklat kan rasa enaknya konstan, sebanyak yang elo makan ya enaknya kayak gitu aja. Tapi kalo ML enaknya ada tahapannya. jadi enaknya berubah-ubah tergantung tahapnya, kayak ada sesuatu yang dituju, ya orgasme itu" jawabku. 

"Emang orgasme itu kayak apa sih ?" tanya Rara lagi.

"Aku gak ngerti orgasme cewek Ra, tapi kalo dicowok sih orgasme biasanya barengan sama keluarnya sperma. Dicewek kayaknya sih mirip, abis kalo cewek udah orgasme biasanya vaginanya banjir lendir" jawabku.

"Gitu aja ?" tanya Rara.

"Ya enggak lah" jawabku.
"Kalo dah orgasme badan rasanya rileks banget, kaya diawang-awang gitu deh sangking enaknya". lanjutku.

"Jadi mau.." kata Rara dengan muka pengen.

Aku mendorong jidat Rara sambil berkata "Udah tidur sana, pikiran kamu udah kacau tuh", walaupun sebenarnya aku juga jadi mau.

"Tapi bener Yan, aku jadi mau. Kamu mau gak ?" tanya Rara.

Aku cuma diam. "Kenapa Yan, aku kurang cantik ya ?
Ato aku kurang seksi sampe kamu gak mau ?" tanya Rara.

"Bukan begitu Ra. Kamu tuh lagi mabok, belom sadar bener. Pikiran kamu jadi kacau. Mendingan kita tidur aja deh, dari pada ngelakuin sesuatu yang mungkin nanti kita sesalin besok pagi." kataku.

Rara mengangguk kecil. "Ya udah, kita tidur. Tapi sebelum tidur aku boleh peluk kamu gak ? Sekaliii aja..?" tanya Rara.

Aku memandangi Rara kemudian memeluknya. Rara melingkarkan tangannya dileherku sedang aku memeluk pinggang langsing Rara. Paha Rara menjepit pahaku diselangkangannya.

"Ma kasih ya Yan, kamu selalu bantu aku kalo aku ada masalah" kata Rara.

"Iya, iya, sekarang kamu tidur istirahat, biar pikiran kamu tenang besok" kataku sambil mengelus-elus rambutnya. Kemudian aku mengecup kening Rara. Pelukan Rara makin erat, aku melanjutkan mengelus-elus rambutnya, kadang aku mengelus punggungnya.

"Yan cium lagi dong" kata Rara. Aku mengecup keningnya lagi.

"Bukan disitu" kata Rara lagi.

"Disini ?" kataku sambil menunjuk pipinya, kemudian aku mengecup pipi yang merona merah itu.

"Bukan disitu" kata Rara lagi sambil menutup mata dan memajukan bibirnya.

Wah si Rara bener-bener menguji imanku. Sebenarnya aku dah nafsu banget dari tadi, tapi dalam hatiku aku gak mau manfaatin cewek yang lagi gak 100% sadar.

Aku kecup bibirnya. Tapi setelah kukecup Rara masih menutup mata dan menyorongkan bibirnya ke aku. Aku kecup sekali lagi, kali ini agak lama. Rara bereaksi dengan ikut menghisap bibirku. Aku lepas ciumanku, kemudian aku memandang Rara yang sedang melihatku dengan penuh harap.

Well... wtf lah, aku gak peduli lagi, akhirnya aku cium Rara dengan buas. Aku mencium Rara dengan menghisap bibir bawahnya, Rara membalasnya dengan menghisap bibir bawahku. Kadang-kadang aku masukkan lidahku ke mulutnya. Awalnya Rara gak bereaksi, tapi lama-lama saat lidahku masuk dia menghisap kencang, kadang-kadang Rara gantian memasukkan lidahnya kemulutku. Selama ciuman, aku mengelus rambut Rara, kemudian elusanku turun ke punggungnya, turun lagi ke pinggangnya. Kemudian aku memberanikan diri untuk meremas pantatnya.

Rara melenguh kecil "Uhh...." sambil menekan selangkangannya kearah selangkanganku. Setelah beberapa kali mengelus bagian belakang sampai meremas pantatnya, aku meremas dadanya. Hmmm... payudara Rara mantap sekali. Besar sekali dibandingkan dengan tubuhnya.

"Hmm... Hgmmm.. Hgmmm" lenguh rara karena payudaranya diremas-remas olehku, dengan tidak melepaskan ciumannya. Birahi memuncak saat meremas-remas sepasang daging kenyal Rara. Kemudian aku mengelus punggung rara kembali. Kali ini aku masukkan tanganku kedalam kausnya dan mengelus punggungnya langsung dikulit. Shit, ternyata Rara tidak pakai bra, pantas saja tadi waktu payudaranya aku remas dari luar terasa kenyal banget. Saat aku mengelus-elus punggungnya, aku elus juga bagian samping tubuhnya sehingga panggkal payudara ikut terelus.

Sepertinya Rara sangat menikmati elusanku, kemudian dia memagang tanganku dan mengarahkan tanganku agar meremas-remas payudaranya. Gila, asik banget payudaranya. Payudaranya mancung kedepan dengan pentil yang besar !

Aku sangat menikmati meremas-remas payudara Rara, terkadang aku memainkan pentilnya. Sepertinya Rara juga sangat menikmatinya, tubuhnya bergetar sambil mengeluarkan lenguhan-lenguhan kecil "Uggrhh....ugrh...."

Pahaku yang dijepit diantara selangkangan sengaja aku gesek-gesekkan ke memeknya supaya Rara makin terangsang. Rara meresponnya dengan ikut menekan-nekan memeknya lebih kuat ke pahaku. Kalau aku berhenti menggesekkan pahaku, maka Rara menggerak-gerakkan sendiri pinggulnya.

Tangan kananku kembali meremas pantat Rara. Kali ini aku masukkan tanganku ke celananya. Berhubung dia pakai celana berkaret, aku dengan mudah memasukkan tanganku.

Ternyata Rara juga tidak memakai celana dalam. Aku dengan mudah meremas pantat bulat itu. Setiap aku meremas pantatnya, Rara makin menekan memeknya ke pahaku. Aku mencoba untuk memegang memeknya dari belakang. Saat tersentuk, tubuh Rara seperti tersetrum, sambil melenguh "Uhh....".

Hmmm... ternyata Rara benar-benar terangsang, memeknya sudah sangat basah. Sekarang aku memegang memeknya dari depan. Dan mulai mengelus-elus bibir luar memek Rara yang sudah banjir itu. Rara melepaskan ciumanku. Sekarang setiap aku menggosok bibir luar vaginanya, rara memekik kencang "Ohgh....Ohgh.... Ohgh.....".

"Enak yan, enak banget. Kamu ngapain aku, kok enak banget sih" kata rara sambil merem melek.

Dengan jari tengahku aku mencari klentitnya, kemudian aku usap perlahan.

"Akhhh..." teriak Rara saat klentitnya aku usap. Kemudian Rara menahan tanganku, sepertinya dia tidak kuat kalau klentitnya diusap terus. Akhirnya aku telentangkan Rara. Kemudian aku membuka kaos yang dikenakan Rara sehingga Rara 1/2 bugil sekarang.





Aku buka paha Rara lebar-lebar dan aku tempatkan tubuhku diantara selangkangannya. Sasaranku berikutnya adalah payudaranya. Sekarang aku menjilati pentil payudara kanannya. Tubuh Rara begerak-gerak keenakan, sepertinya dia suka sekali aku menjilati dan menghisap-hisap pentilnya. Kadang Rara menyatukan kedua payudaranya agar lebih maju.

Aku berhenti sebentar, memandangi Rara. Sebenarnya aku ingin sekali membuka celana Rara dan menusuk-nusuk memeknya dengan penisku. Tapi aku sedikit ragu.

"Yan, setubuhin aku dong, aku dah gak tahan nih" kata Rara sambil memandangku penuh harap.

Perkataan Rara seperti menghapus keraguanku entah kemana. Aku menarik celana Rara dengan mudah, apalagi Rara membantu dengan mengangkat pantatnya. Kemudian aku berdiri, membuka kaos dan celanaku, sehingga sekarang aku dan Rara sama-sama bugil.

Sesaat aku memandang tubuh Rara. Badannya yang langsing tinggi dibalut dengan kulit putih mulus, ditambah payudara besar didadanya. Kakinya yang panjang dan jenjang memiliki betis seperti bulis padi. Aku ternganga sesaat apalagi saat melihat vaginanya yang diliputi bulu hitam tipis diantara pahanya yang sudah terbuka lebar.

"Kok cuma diliatin ?" tanya rara.

Aku terseyum kemudian menempatkan tubuhku diantara selangkangannya. AKu cium Rara sekali lagi, dia membalasnya dengan cukup buas, kemudian ciumanku turun ke payudara besarnya. Aku cuma mau memastikan Rara cukup terangsang sebelum aku menembus memek perawannya.

Saat mencium penisku menggesek-gesek memeknya walaupun belum masuk. Aku posisikan tubuhku dan menuntun penisku ke memeknya.

"Ra, pertamanya sakit, tapi entar enak kok" kataku.

"Iya yan gue juga sering denger". jawab Rara.

Aku mulai mendorong penisku kedalam memek Rara. Rara hanya memandangku sambil menggigit bibirnya. Saat penisku sudah masuk 1/2 Rar memekik "AKhh...sakit yan" .

Aku berhentikan sebentar penisku. Setelah selang beberapa saat aku goyang sedikit penisku kemudian aku dorong lagi sampai full.

"Aduh yan sakit banget" kata Rara memelas.

"Tenang Ra, paling sakitnya sebentar, nanti juga enak" kataku menenangkan.

"Enggak Yan, sakit banget, bisa elo cabut dulu gak" pinta Rara sambil menahan sakit.

Aku juga gak tega melihatnya akhirnya aku cabut penisku. Saat dicabut penisku diselimuti darah perawan Rara. Dari vaginanya juga aku melihat darah mengalir. Hmmm... memang lebih banyak daripada darah perawan yang pernah aku liat.

"Yan kok berdarah sih ?" tanya Rara panik.

"Itu namanya darah perawan sayang. Selaput dara kamu dah pecah" jawabku.

"Aku mo kekamar mandi dulu yan, mo bersihin dulu" kata Rara.

Aku mengantarkan Rara kekamar mandi dan menungguinya dari luar, untuk memastikan Rara gak apa-apa. Setelah Rara keluar dari kamar mandi, vaginanya sudah bersih. Tapi nafsuku sudah turun, sepertinya nafsu Rara juga sudah turun. Akhirnya kami hanya rebahan saling berdampingan, masih bugil.

"Yan kok sakit banget ya" tanya Rara.

"Iya lah Ra, itu kan pertama kalinya kamu, memek kamu masih sempit ditambah ada selaput dara" jawabku.
"Masih mau lanjut gak Ra ?" tanyaku pada Rara.

"Mau yan, tapi pelan-pelan ya" jawab rara.

 Akhirnya Aku tempatkan tubuhku diatas tubuhnya lagi. Aku mulai menciumi tubuh rara. Dari bibirnya, pipi, leher dan payudaranya.

Aku seperti gak puas-puas menciumi dan menjilati tubuh mulus yang masih sekel itu. Kadang tanganku mengelus memeknya. Aku memang tidak berencana mencium vaginanya, takutnya dia shock dan merasa jijik, bisa batal orgasme malam ini.

Setelah Rara sudah cukup terangsang, aku arahkan penisku ke vaginanya. Kali ini Rara tidak terlihat tegang seperti waktu yang pertama. Aku dorong penisku masuk.

"Heghh..heghmm..." lenguh Rara saat penisku masuk. Kali ini vaginanya tidak terlalu sulit dipenestrasi, mungkin karena tidak tegang sehingga cairan vaginanya cukup.

Aku dorong penisku sampai mentok. Aku melihat ada sedikit darah mengalir dari vaginanya, mungkin sisa selaput daranya masih ada yang belum pecah.

Aku goyang perlahan penisku, tubuh Rara terguncang sedikit, rara masih menggigit bibirnya. Goyanganku aku percepat sedikit, nikmat sekali memek Rara. Sangking sempitnya serasa penisku terhisap kuat oleh vaginanya. Aku percepat goyanganku, sekarang Rara mulai melenguh,

"Akh...Akh...Akhhh..." seirama dengan keluar masuknya penisku di vaginanya.

"Lagi yan..Lagi yan..Lagi" desahnya sambil memegangi pantatku seakan ingin menekannya terus.

"Gila Ra, memek kamu enak banget, sempit banget". kataku.

"Penis kamu juga keras banget yan, enak..." jawab Rara disela-sela lenguhannya.

Aku memang tidak berniat untuk memakai gaya lain. Untuk pertama kalinya Rara cukup pakai gaya konvensional, laki-laki diatas. Dengan demikian aku bisa ngontrol tusukan penisku kedalam memeknya.

Aku tusuk perlahan memek Rara, kadang aku percepat. Kadang aku berhenti sesaat kemudian aku tusuk dengan keras. Kadang aku tusuk kearah samping. Tiba-tiba tubuh Rara sedikit menegang, sepertinya dia ingin orgasme. Aku percepat goyanganku, soalnya aku mau orgasme sama-sama. Kalo sama yang perawan kadang gak mau terus kalo dia udah orgasme, cepek katanya.

"Ahhh...Akhh....Aghkhh.." pekikan Rara makin keras seiring dengan makin cepatnya tusukan penisku.

"Lagi sayang...lagi...lagi.." pekik Rara.

Akupun merasa aku sedikit lagi akan orgasme. Tiba-tiba tubuh rara menegang dan terguncang hebat sambil berteriak "AKHHHH...." rara mendekapku erat dan melingkarkan kakinya di tubuhku, Aku pun sudah tidak kuat lagi, tapi aku gak bisa melepaskan tubuhku dari Rara. Akhirnya aku nekat, aku tekan penisku dalam-dalam dan aku tembakkan spermaku ke rahim Rara 5 atau 6 kali.

Aku puas sekali menggagahi Rara "komplit", dari merawanin sampai orgasme didalam memeknya. Setelah beberapa lama akhirnya penisku mengecil dan rara melepaskan dekapannya.

"Gila enak banget, pantes banyak yang ketagihan" Kata rara setelah rebahan disebelahku. Akhirnya Rara pulang kejakarta hari minggu sore. Aku dan Rara beberapa kali mengulangi persetubuhan kami disela-sela aku dan Rara jalan-jalan di Bandung, atau lebih tepatnya aku dan Rara jalan-jalan disela-sela persetubuhan kami.



Continue Reading »