Dunia90 - Anak yang sedang puber biasanya mengalami penurunan kemampuan untuk belajar. Pubertas membuat anak menjadi cukup lama untuk menyelesaikan tugas yang mudah sekalipun. Apakah ini berarti pubertas membuat otak bodoh?
Sebuah studi menarik yang diterbitkan di edisi terbaru Science, seperti dilansir dari Time, Selasa (23/3/2010) memberikan sedikit gambaran tentang hal tersebut.
Sebuah tim dari State University of New York Downstate Medical Center, ingin mengetahui kemampuan belajar yang dipengaruhi oleh perubahan kimiawi otak yang terjadi saat pubertas.
Dalam serangkaian percobaan, profesor fisiologi dan farmakologi di Downstate, Sheryl Smith dan rekannya menunjukkan bahwa penurunan proses belajar atau perubahan yang luar biasa saat pubertas terjadi di otak hipokampus.
Daerah otak hipokampus ini bisa mengingat tempat dan mengintegrasikan jenis pembelajaran lain. Hasilnya terjadi perubahan sistem neurotransmitter di GABA (gamma-aminobutyric acid).
Berubahnya GABA dalam sistem neurotransmitter memainkan peranan dalam mengatur saraf untuk sifat dan dapat merangsang seluruh sistem saraf. Pada saat pubertas, reseptor GABA mengalami kenaikan yang luar biasa yang membantu menenangkan sistem saraf.
Tapi pada kenyataannya, reseptor eksentrik GABA ini mengurangi hormon stres dan meningkatkan kecemasan. Smith menemukan bahwa reseptor ini yang kemudian surut pada masa remaja sehingga dapat mengganggu proses belajar.
Penemuan ini dapat membantu menjelaskan menurunnya pembelajaran tertentu, seperti menurunnya kemampuan untuk belajar berbicara bahasa asing tanpa aksen, yang kadang-kadang terjadi di masa puber.
Smith juga menunjukkan studi yang menarik oleh San Diego State psikolog Robert McGivern yang menunjukkan bahwa proses-proses kognitif tertentu menjadi kurang efisien saat pubertas. McGiver dan rekannya melakukan penelitian pada 300 subjek pada usia 10-22 tahun.
Studi ini menemukan bahwa pada masa pubertas (sekitar usia 11 tahun untuk anak perempuan dan 12 tahun untuk anak laki-laki), anak menjadi cukup lama untuk menyelesaikan tugas yang mudah.
McGivern dan rekannya menjelaskan, hal ini disebabkan lambatnya jumlah kelebihan sinapsis di otak saat pubertas. Pada intinya, terlalu banyak koneksi yang masih harus dipangkas pada akhir masa remaja.
GABA bukan satu-satunya sistem neurotransmitter yang rusak saat pubertas. Studi di Harvard baru-baru ini menunjukkan bahwa reseptor dopamin juga berkembang sementara yang memicu perubahan impulsif dan perilaku pengambilan risiko yang terlihat pada remaja.
Perubahan otak tampaknya terhubung ke periode perkembangan. Memahami mereka mungkin lebih baik untuk bisa memahami perilaku di kalangan remaja.
(mer/ir) ( http://health.detik.com)
No comments:
Post a Comment