Zone Dewasa
Aku tinggal disatu komplex perumahan, gak mewah sih, biasa2 aja. Tetanggaku seorang janda, usia 50 tahunan lah. Dia tinggal sendiri dengan seorang pembantu dan seorang supir yang mengantarkan si ibu kalo akan beraktivitas. Si ibu itu orangnya tinggi besar dan gemuk, mungkin beratnya 90 kiloan lah. Aku sih gak tertarik sama si ibu tapi sama pembantunya, Nyi Imas. Imas, dari namanya orang akan tau bahwa dia orang sunda, tepatnya orang banten, sejak banten berdiri sebagai satu propinsi yang terpisah dari jabar.Walaupun pembantu, Imas kelihatan seperti layaknya abg gedongan kalo dia pergi dengan si ibu. Pakaiannya selalu modis walaupun tidak bermerk, jins dan kaus ketat seperti yang umumnya jadi seragam wajib para abg kalo mo mejeng. Layaknya perempuan sunda, Imas kulitnya putih bersi, wajahnya manislah, sayangnya agak chubby.
Sebenarnya aku tidak terlalu senang dengan cewek-cewek chubby, tapi karena tiap hari ketemu, lama-lama jadi tertarik juga seperti kata pepatah jawa yen trisno jalaran soko gak ono liane (ha..ha, sudah dimodifikasi rupayanya pepatah jawa ini) yang artinya kira-kira dengan terjemahan bebas karena sering ketemu lama-lama jadi suka. Aku sering juga ngobrol sebentar dengan Imas kalo pas papasan didepan rumah.
Pada suatu hari aku sedang membersihkan mobilku. Imas sedang bersih-bersih halaman, sopirnya sudah mudik mo lebaran dikampungnya yang juga didaerah banten, satu kampung dengan Imas.
“Kamu gak pulang Mas”, aku membuka pembicaraan sembari mengelap mobilku.
Tembok pembatas antara rumahku dan rumahnya gak tinggi sehingga kita masih bisa saling liat.
“Enggak om”. Memang dia biasanya memanggil aku om kalo ketemu.
“Napa”, tanyaku.
“Ibu mau liburan ke bali sama sodara-sodaranya, jadi Imas gak dikasi pulang. Disuru nungguin rumah”.
“Gak takut kamu sendirian di rumah. Kalo lebaran kan biasanya komplex kita ini sepi banget”.
“Takut sih om, om ndiri gak liburan”.
“Aku mah dirumah saja, nemenin kamu deh biar gak takut”, godaku sambil tersenyum.
“Om sih tinggal sendiri, gak punya istri ya om atau…. dah cere”.
“Aku dah cere Mas, istriku tinggal di Cirebon sama ortunya. Kami memang belon punya anak”.
“Maaas”, terdengar panggilan dari dalem rumahnya, rupanya si ibu manggil.
“Bentar ya Om’, kata Imas sambil meninggalkan aku, masuk kerumahnya.
Tak lama kemudian Imas keluar lagi, nemenin aku ngobrol.
“Napa mas”, tanyaku.
“Ibu nyuruh Imas cari taksi, dia dah mo brangkat ke rumah sodaranya. Rencananya besok mereka berangkat ke bali. Imas tinggal dulu ya om”. Imas keluar rumah, jalan mencari taksi keluar komplex.
Aku memandangi Imas dari beralakng. Pantatnya yang besar bergerak sensual sekali mengikuti ayunan langkahnya. Imas sehari-hari selalu mengenakan celana gombrang 3/4 dan kaos yang longgar. Walaupun celananya gombrang, pantatnya yang bahenol itu menarik untuk diperhatikan. Mendadak Imas nengok kearahku dan dia tersenyum. Aku jadi tersipu2 karena ketahuan lagi
memandangi dia dari belakang, terpesona melihat geolan pantatnya. Aku dah selesai membersihkan mobilku, aku memang tinggal sendiri, pembantuku yang part time (hanya datang untuk membersihkan rumah, nyuci dan setrika saja, sudah lama mudik duluan. Tak lama terdengar ibu sedang bicara dengan Imas, aku hanya melongok dari jendela, kulihat Imas sedang memasukkan koper si ibu ke bagasi taksi dan tak lama kemudian taksi melaju meninggalkan Imas sendiri. Segera aku keluar rumah.
“Dah berangkatya Mas”.
“Dah om. Tadi om ngeliatin Imas aja, napa sih”. Berani juga Imas mengajak aku membicarakan kelakuanku.
“Abis pantat kamu bahenol banget Mas, godaku.
“Ih si om mulai genit deh, mentang-mentang ibu dah berangkat. Kalo ada ibu om gak brani yaa”, dia bales menggangguku.
“Imas mo ditemeni gak?” aku to the point aja nawarin.
“Iya om, sebenarnya Imas takut sendirian kalo malem”.
“Ya udah, nanti malem Imas tidur dirumahku aja, ada kamar kosong kok. Atau mo sekamar sama aku?” godaku lebih lanjut.
“Ih si om makin genit aja”, kulihat Imas tersipu-sipu mendengar gurauanku yang makin menjurus.
“Kalo mau, aku gak mtersinggung lo”.
“Tersinggung apanya om”.
“Tersinggung itunya”.
“Ya udah, ntar abis magrib deh ya om, Imas mo beberes dulu”. Aku bersorak dalam hati ketika Imas mengiyakan tawaranku.
Aku dah lama memendam napsuku melihat bodi Imas. Biar chubby Imas merangsang juga. Toketnya lumayan gede, bulu tangan dan kakinya panjang2, lagian diatas bibir mungilnya ada kumis yang sangat tipis. Pastilah jembutnya lebat dan napsunya gede.
Sorenya, bakda magrib, terdengar Imas memanggil2,
“Om, om”. Aku segera keluar rumah. Kulihat sepi sekali sekitar rumah kami.
Imas tampak cerah dengan “seragam rumahnya”. Rambutnya yang sebahu cuma diikat dengan karet saja. Satpam komplex belum beredar.
“Dah dikunciin semuanya Mas, lampu luar dinyalain. Lampu dalem nyalain juga satu yang watnya kecil, biar gak disangka rumah kosong. Gas buat kompor dan water heater dah dimatiin?”
“Dah kok om, Imas ke tempat om sekarang ya”.
“La iyalah,masak mo besok ketempat akunya”. Imas segera menggembok pager rumahnya dan masuk ke rumahku.
“Om, punya makanan mentah gak, kalo ada Imas masakin”, katanya sambil ngeloyor ke dapur.
Karena rumah dikomplexku dibangunnya seragam, maka pembagian ruangnya sama, gak heran Imas tau dimana letak dapur. Aku mengeluarkan sayuran dan daging dari lemari es, dan memberikan ke Imas. Segera Imas sibuk menyiapkan masakan buat aku. Aku segera mandi dan ketika sudah selesai mandi makanan dah tersedia di meja makan. Nasi sisa tadi siang pun sudah diangetin.
“Yuk Mas, kita makan bareng”, ajakku.
“Enggak ah, masak Imas makan semeja bareng om”.
“Ya gak apa kan, kamu kan bukan pembantuku, malem ini kamu tamuku. Dah bagus tamu ngebantuin nyiapin makan malem”, aku menarik tangannya dan mendudukkan dikursi disebelah kursiku.
Karena Imas hanya menyediakan 1 piring dan sendok garpu serta segelas air minum, aku segera ke dapur untuk mengambil peralatan makan buat Imas.
“Gak usah om, biar Imas ambil sendiri”, Imas bergerak bangun dari kursinya.
“Gak apa, gantian. Kamu dah masakin buat kau, aku cuma ngambilin peralatan makan aja kok buat kamu”. Suasana segera menjadi cair, kamu ngobrol ngalor ngidul sembari makan.
Imas menceritakan latar belakangnya. Dia sebenarnya janda, masih muda sekali dia dikawinkan dengan seorang kakek-kakek didesanya, baru umur 15, sekarang Imas umur 19. Alesannya klasik. Bapaknya Imas utang ama si kakek dan gak bisa ngelunasin, maka Imas di”gade”in sebagai pelunas utang bapaknya, kayak crita sinetron aja yach. Perkawinan cuma tahan setahun, terus Imas dicerein, karena gak ada kerjaan di kampung Imas merantau ke Jakarta dan mencari kerja sebagai prt, dan tentunya ktemu aku (ha ha).
“Trus suami kamu keenakan dong mrawanin abg bahenol kaya kamu”.
“Ah Imas mah cuma menunaikan tugas sebagai istri aja. Cepet banget om, baru masuk, goyang sbentar dah keluar.
Imas mah gak pernah tuh ngerasain nikmat seperti yang orang-orang suka bilang kalo kawin itu nikmat”
“Kasian deh kamu, kalo aku yang ngasih nikmat mau gak”, omonganku makin menjurus saja.
“Om makin lama makin genit ih, ntar Imas balik ke rumah lo kalo digenitin terus”, katanya sambil senyum manja.
“Oh gak mau cuma digenitin toh, abisnya Imas maunya diapain”.
“Gak tau ah”, katanya sambil cemberut tapi tersenyum (Hayo, gimana tuh ekspresi orang yang cemberut campur tersenyum, bingung kan. Ines aja bingung kok).
“Kamu setahun kawin kok gak hamil Mas, dicegah ya”.
“Iya om, suami Imas gak mo punya anak lagi. Anaknya dari istrinya yang laen dah banyak katanya”.
“Terus kamu gak pernah kepingin ngerasain nikmatnya Mas”.
“Kepingin sih om, tapi kan gak ada lawannya”.
“Sekarang ada kan”.“Siapa om”.“Aku”.
“Ih si om, Imas mo pulang aja ah”, kembali dia cemberut, tapi aku tau kalo dia sebenarnya senang dengan gangguanku karena dia tetap saja tidak beranjak dari kursinya.
Makan malam selesai. Berdua kami membereskan meja makan, Imas nyuci prabotan makan, sementara aku menyiapkan film bokep untuk memancing Imas ke arah yang lebih asik. Pintu rumah dah kututup, gorden jendela dah kuturunkan juga. Suasana di ruang
tamu kubuat temaram dengan hanya menghidupkan lampu kecil saja. Suasanya berubah jadi rada romantis. Aku duduk di sofa, Imas menghampiri aku dan duduk diubin.
“Jangan diubin atuh Mas, sini duduk disebelah aku. Inget kamu bukan pembantu aku lo”. Imas segera duduk disebelahku, walaupun berjauhan.
“Kok lampunya digelapin sih om”.
“Kan kita mo nonton film, kamu pernah nonton bioskop gak”.
“Pernah sih om, waktu abis kawin Imas diajak suami nonton bioskop”.
“Di kampung kamu ada bioskop juga”.
“Iya om bioskop murahan”.
“Kalo mo maen filmnya lampu di bioskop digelapin kan”.
“Iya om, emangnya kita mo nonton film apaan sih, seru gak om filmnya”.
“Ya pasti serulah, mungkin kamu belum pernah nonton film seperti yang mo aku putar”.
“Film apaan sih om”, Imas sepertinya jadi penasaran.
“Dah nonton aja”, aku memutar filmnya. Gak seperti lazimnya film bokep, film yang kuputar ada critanya.
Jadi pendahuluannya dipertunjukkan sepasang manusia beda warna kulit, yang ceweknya orang Asia, sepertinya orang thai, dan cowoknya negro. Adegan awal enceritakan bagaimana mereka ketemu, jalan bersama dan akhirnya pacaran. Settingnya berubah ke rumah si negro, mereka ciuman di sofa sambil mulai saling meraba dan meremas.
“Ih kok gak malu ya om, gituan ditunjukkan ke orang2″. Kulihat Imas menatap seru ke layar tv, dia mulai hanyut dengan adegan saling cium dan remas.
Ceweknya dah tinggal pake bra dan cd, begitu juga cowoknya. kon tol si negro yang dah ngaceng nongol dibagian atas cdnya.
“Ih, gede banget yak. Punya suami Imas gak sege itu”. Imas terus menatap kelayar tv sehingga dia gak sadar kalo aku pelan2 menggeser dudukku merapat kerahnya.
Satu tanganku kulingkarkan ke bahunya, walaupun masih diatas pinggiran sofa. Waktu cowoknya mulai memasukkan kon tolku ke no nok si cewek, mulailah terdengar serenade wajib film bokep, ah dan uh. Imas kelihatannya makin larut dalam adegan yang diliatnya.
“Pernah nonton film ginian Mas”.
“Belum pernah om”. Aku mulai aksiku. Tanganku meraba2 tengkuknya.
“Om geli ah”, Imas merinding. Aku meneruskan aksiku. Dudukku makin merapat, Imas kupeluk dan kucium pipinya.
“Om, ah”, tapi matanya tetep aja lekat ke tv melahap adegan doggie sambil ah uh. Aku mengelus2 pundaknya dengan tangan satunya, pipinya.
kusentuh dan kucium lagi. Sekarang Imas diam saja. Jariku makin kebawah saja, mengelus pipi, terus ke leher. Imas menggeliat kegelian tapi tetep diam saja. Sepertinya dia sudah hanyut karena ngeliat tontonan syur itu. Pelan2 kusentuh toketnya, terasa besar dan kenyal. Karena Imas diam saja, aku makin berani, kuremas pelan toketnya sambil kembali mencium telinganya. Imas mendesah pelan tapi membiarkan elusan di toketnya berubah menjadi remasan. “Ooom”, lenguhnya lagi menikmati remasanku di toketnya.
Aku mematikan film dengan remote, segera Imas kurengkuh dalam pelukanku dan kucium bibirnya.
Dengan penuh napsu kuremas2 toket Imas. Imas menggeliat2 saja, sepertinya napsunya makin berkobar.
Remasanku di toketnya berpindah2 dari satu toket ke toket yang lain.
“Mas, aku buka ya kaos kamu biar bisa ngeremes langsung. Rasanya beda deh Mas kalo diremes langsung. Suami kamu juga kaya gini”.
“Enggak om, suami Imas dulu mah langsung masuk aja gak pake pendahuluan… eegh”. Kaosnya langsung kubuka keatas.
Imas menaikkan tangannya keatas sehingga mempermudah aku melepas kaosnya. Toketnya yang besar kenceng sepertinga gak tertampung di branya. Kembali aku mencium bibirnya, sembari tanganku meraba kepunggungnya untuk melepas kaitan branya, dan berhasil. Bra segera kusingkirkan dari tempatnya. Toket Inas yang bundar dan kencang dihiasi pentil yang kecil kecoklatan. Aku segera melanjutkan ciumanku dibibir mungil Imas, lidah kujulurkan masuk ke mulut Imas.
Rupanya dia mengerti mesti ngapain dengan lidahku. Dia menghisap2 lidahku dan menyentuhkan lidahnya. Lidah kami pun saling bebelit, sementara pentilnya kuplintir2 pelan sehingga pelan2 mengeras. Imas melenguh terus, ketika aku mulai menggosok selangkangannya dari luar celana gombrangnya. “Ooom”, lenguhnya. Selangkangannya terus kogosok lembut sambil tangan satunya memlintir2 pentilnya, kadang meremes2 toketnya. Imas dah pasrah saja dengan apa yang aku lakukan terhadap tubuh bahenolnya.
“Mas, aku lepasin ya celana kamu”, gak nunggu persetujuannya, aku membuka retsleting celana Imas dan memlorotkannya.
Imas mengangkat pantatnya untuk mempermudah aku melepas celana gombrangnya. Tinggallah Imas pake cd yang tipis. Benar dugaanku, jembutnya lebat sekali, sampe beberapa helai nongol pada lingkar pahanya. Kuelus2 terus belahan no noknya daru luar cdnya. Cd nya dah basah, rupanya Imas dah sangat bernapsu jadinya.
“Mas, jembut kamu lebat skale, pasti napsu kamu besar yach”. Imas hanya menggeliat2 saja, dan melenguh2 keenakan menikmati aktivitas tanganku pada dada dan selangkangannya.
“Mas, kamu dah napsu ya, cd kamu dah basah begini. Aku lepas ya”. Aku segera menarik cdnya ke bawah. Sekali lagi Imas mengangkat pantatnya sehingg meluncurlah cdnya meninggalkan tubuhnya.
Sekarang Imas sudah bertelanjang bulat didepanku. Tubuhnya yang putih dengan toket besar dan masih kencang sekali, pentil kecil yang dah mengeras dan sekumpulan jembut lebat berbentuk segitiga yang puncaknya mengarah ke no noknya.
“Mas, terusin dikamarku yuk”, aku menggandeng tangannya dan menariknya ke kamarku.
Imas kubaringkan di ranjang dan segera aku melepaskan semua yang melekat dibadanku.
“Om, gede banget kon tolnya, kaya yang di film tadi”. Imas membelalak melihat kon tolku yang sudah ngaceng dengan kerasnya.
Memang kon tolku ukurannya extra large buat standard Indonesia, tapi itu yang membuat perempuan yang pernah aku en tot terkapar lemes dan nikmat. Kami berdua telah bertelanjang bulat. Aku segera berbaring disebelah Imas. Pentilnya kupilin membuat Imas mengerang kenikmatan. Kemudian paha Imas kukangkangkan, jembutnya yang lebat menutupi daerah no noknya. Aku telungkup di selangkangannya dan mulai menjilati no noknya. Imas makin mengerang2. Serangan kulakukan bergantian disemua titik sensitif di tubuh Imas. Bergantian dengan bibir bawahnya, aku juga melumat bibir atasnya sambil meremas2 toketnya yang juga mulai mengeras itu.
Kemudian aku kembali kebawah menjilati pahanya sambil kedua tanganku masing-masing bergerilya pada toket dan no nok Imas.
“Aduh om, nikmat banget. ahh!” kata Imas.
Jilatanku mulai merambat naik hingga akhirnya kulumat dan kuremas toket Imas secara bergantian, sementara tanganku masih saja mengobok-obok no noknya. Desahan Imas tertahan karena sedang berciuman denganku. Tubuhnya menggeliat-geliat merasakan nikmat. Puas menetek pada Imas, aku bersiap memasuki no nok Imas dengan kon tolku. Aku memposisikan diriku diantara kedua belah paha Imas dan memegang kon tolku kearah no noknya.
“Aagh”, erang Imas ketika aku mendorong kon tolku dengan bernafsu.
“Napa Mas, nikmat?” kataku sambil meremasi kedua toketnya yang sudah basah dan merah akibat kusedot2.
“Gede banget om, no nok Imas ampe sesek rasanya”.
“Tapi nikmat kan”.
“Nikmat banget om, Imas blon pernah ngerasain ngen tot senikmat ini”. Aku menyodokkan kon tolku dengan keras sehingga Imas pun tidak bisa menahan jeritannya.
Aku mulai menggarap Imas dengan genjotanku. Dengan terus menyodoki Imas, aku meraih toketnya yang kiri, mula-mula kubelai dengan lembut tapi lama-lama aku semakin keras mencengkramnya. Aku juga mencaplok toket yang satunya. Imas yang mengerti apa mauku, segera membusungkan dadanya ke depan sehingga toketnya pun makin membusung. Aku menjulurkan lidahku untuk menjilati pentilnya sehingga makin mengeras saja. Imas merasa geli bercampur nikmat. Dia mendesah tak karuan merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakannya.
Ciumanku merambat naik dari toketnya hingga hinggap di bibirnya, kami berciuman dengan penuh nafsu sampai ludah kami bercampur baur.
“Aahh.. oohh.. Imas mau pipis rasanya.. om!” erang Imas bersamaan dengan tubuhnya mengejang.
Melihat reaksi Imas, aku semakin memperdahsyat sodokanku dan semakin ganas meremas toketnya. Akhirnya Imas nyampe, tubuhnya mengejang hebat dan cairan no noknya berleleran dipahanya. Erangannya memenuhi kamar ini membuat aku semakin liar.
“Itu bukan pipis Mas, itu tandanya kamu mo nyampe, nikmat kan”.
“Banget om.. aaah”.
“Mas ganti posisi yuk, kamu sekarang nungging deh”, kataku sambil mencabut kon tolku dari no noknya.
kon tolku berlumuran cairan lendir Imas yang menyembur dahsyat ketika dia nyampe.
“Mo dimasukin ke pantat ya om, gak mau ah”.
“Ngapain dipantat Mas, no nok kamu peret banget, enak banget dien totnya’.
“Abis kon tol om gede banget sih, no nok Imas pan belum pernah kemasukan kon tol segede kon tol om, makanya kerasa peret banget”. Imas pun nungging dipinggir ranjang dan aku berdiri dibelakangnya.
Tubuhnya yang dalam posisi tengkurap kuangkat pada bagian pinggul sehingga lebih menungging. Aku membuka lebar bibir no noknya dan menyentuhkan kepala kon tolku disitu. Benda itu pelan-pelan mendesak masuk ke no noknya.
“Heghh..heghmm…”, lenguhnya saat kon tolku masuk.
Imas mendesis dan mulai menggelinjang. Kepala kon tolku perlahan-lahan mulai menguak bibir no noknya yang sangat basah. Aku menekan kon tolku sedikit demi sedikit. Imas mulai mendesah-desah. Tiba2 aku menyurukkan kon tolku ke dalam no noknya.
“Aaa..”, jeritnya keras. Matanya membelalak.
kon tolku menancap dalam sekali di no noknya. Kemudian aku mulai menggerak-gerakkan kon tolku keluar masuk.
“Lebih keras lagiom”, erangnya.
Aku memompa kon tolku keluar masuk semakin bersemangat. Keringat mengucur dari seluruh tubuhku, bercampur dengan keringatnya.
” Om, Imas mau pipis lagi”, kataku terputus-putus.
“Aku juga”, sahutku.
Aku meningkatkan kecepatan genjotan kon tolku . Imas menjerit-jerit semakin keras, dan merangkul aku erat-erat. Dia sudah nyampe. Akhirnya dengan satu hentakan keras aku membenamkan kon tolku dalam-dalam. Imas menjerit keras. Pejuku muncrat di dalam no noknya 5 atau 6 kali.
“Gila Mas, no nok kamu enak banget, sempit banget”. katanya.
“kon tol om juga keras banget, enak…” jawabnya. aku ambruk kecapaian.
“Istirahat dulu ya Mas”. “Emangnya om masih mo lagi”.
“So pasti dong mas, enak begini mah gak bole disia2kan. Kamu nikmat juga kan, masih mau lagi juga kan”.
“Iya om, nikmat banget”.
“Iya nikmat apa iya mau lagi”.
“Dua2nya om”. kon tolku yang melemas terlepas dari jepitan no nok peretnya.
Aku segera mengambil minum untuk Imas dan aku sendiri. Imas seneng dengan layanan yang aku berikan, mungkin dia belum pernah seumur2 diambilkan minum. “Om, Imas suka deh ama om, om memperlakukan Imas seperti istri om”. Aku terharu juga mendengar ucapannya.
Gairahku masih tinggi. Setelah aku merasa Imas cukup istirahatnya, aku segera memulai ronde kedua, pemanasan lagi, biar Imas napsu banget. Akupun berbaring disebelahnya, Imas menyambut aku dengan pelukannya. Aku mengelusi punggungnya, terus turun hingga meremas bongkahan pantatnya. Sementara tangan Imas juga turun meraih kon tolku.
“Gila nih kon tol, udah keras lagi..kan baru ngecret om?” tanyanya waktu menggenggam kon tolku yang mulai mengeras.
Akupun mulai menciumi telinganya, lidahku menelusuri belakang telinganya, juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas dan lidahku membuat Imas merasa geli dan menggeliat-geliat. Kemudian aku melumat bibirnya dengan ganas, lidahku menyapu langit-langit mulutnya. Imas merespon dengan mengulum lidahku. Makin ahli dia berciuman, siapa dulu gurunya dong (ha ha). Tanganku meraba-raba kebawah ke no noknya yang sudah basah lagi, karena napsunya ternyata telah demikian tingginya. Aku tak sabar untuk segera ngen toti Imas lagi. Segera Imas kunaiki.
Pahanya kukangkangkan. Ketika kuraih kon tolku kutuntun kearah no noknya, tangan kanan Imas ikut menuntun kon tolku menuju sasaran. Saat kepala kon tolku menyentuh bibir no noknya, aku menekannya ke dalam, mulutnya menggumam tertahan karena sedang berciuman denganku. Lalu kutekan lagi dengan keras sehingga kon tolku menerobos ke dalam dan terbenam sepenuhnya dalam no noknya. Imas menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar kon tolku masuk lebih dalam lagi. Imas terdiam sejenak merasakan sensasi yang luar biasa ini.
Lalu perlahan-lahan aku mulai mengenjotkan kon tolku. Imas memutar2 pantatnya untuk memperbesar rasa nikmat. Toketnya tergoncang-goncang seirama dengan genjotanku di no noknya. Matanya terpejam dan bibirku terbuka, berdesis-desis menahankan rasa nikmat. Desisan itu berubah menjadi erangan dan kemudian akhirnya menjadi jeritan. Imas tak kuasa menahan rintihannya setiap aku menusukkan kon tolku, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan kon tolku pada no noknya. Pinggul Imas naik turun berkali kali mengikuti gerakanku. Jeritannya makin menjadi-jadi.
Aku membungkam jeritannya dengan mulutku. Lidahku bertemu lidahnya. Sementara di bawah sana kon tolku leluasa bertarung dengan no noknya.
“Oh..”, erangnya,
“Lebih keras om, lebih keras lagi.. Lebih keras.. Oooaah!” Tangannya melingkar merangkul aku ketat.
Kuku-kukunya terasa mencakari punggungku. Pahanya semakin lebar mengangkang. Terdengar bunyi kecipak lendir no noknya seirama dengan enjotan kon tolku.
“Aku mau ngecret, Mas”, bisikku di sela-sela nafasku memburu.
“Imas juga om”, sahutnya. Aku mempercepat enjotan kon tolku.
Keringatku mengalir dan menyatu dengan keringatnya. Bibir kutekan ke bibirnya. Kedua tanganku mencengkam kedua toketnya. Diiringi geraman keras aku menghentakkan pantatku dan kon tolku terbenam sedalam-dalamnya. Pejuku kembali memancar deras. Imas pun melolong panjang dan menghentakkan pantatnya ke atas menerima kon tolku sedalam-dalamnya. Kedua pahanya naik dan membelit pantatku. Imas pun mencapai puncaknya. kon tolku terasa berdenyut-denyut memuntahkan pejuku ke dalam no noknya. Beberapa detik kemudian badanku terkulai lemas, begitu juga Imas. Dia terkapar di ranjang, kedua toketnya nampak bergerak naik turun seiring desah nafasnya.
Kami terkapar dan tertidur kelelahan, gak tau berapa lama. Tapi kemudian aku terbangun karena merasa ada remasan di kon tolku. Kulihat Imas sedang menelungkup dikakiku. kon tolku dielus dan diermas2nya.
“Om, Imas kok pengen lagi ya”. Bener kan, perempuan dengan jembut yang lebat napsunya gede banget, pengennya dien tot berulang2, padahal dia tadi sampe teler aku en tot.
Dia merundukkan badan untuk memasukkan kon tolku ke mulutnya, benda itu dikulumnya dengan rakus. Aku segera memutar badanku sehingga kami berada pada posisi 69. Aku mempergencar rangsangan dengan menciumi kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Imas jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu.
“Ahh.. om, kok mau sih nyiumin kaki Imas”.
“Gak papa Mas, kamu isep terus dong kon tolku”. Jilatanku kemudian pindah kepahanya.
Imas otomatis mengangkangkan pahanya sehingga aku bisa mengakses daerah no noknya dengan mudah. “Om enak banget.. masukin aja sekarang!” rintihnya manja sambil mengocok2 kon tolku yang sudah sangat keras itu, kemudian diemutnya kembali. Akhirnya aku menyudahi serangan awal. Imas kunaiki dan aku menggesekkan kon tolku ke bibir no noknya. Kemudian kudorong kon tolku membelah no nok Imas diiringi desahan nikmat. Aku meremas toket kirinya dan memlintir2 pentilnya. Imas yang juga sudah napsu tambah menggelinjang ketika aku mempercepat kocokanku pada no noknya. Seranganku pada no nok Imas semakin cepat sehingga tubuhnya menggelinjang hebat.
“Aaakhh..aahh!” jerit Imas dengan melengkungkan tubuhnya ke atas. Imas telah nyampe.
Tanpa memberi kesempatan istirahat, aku menaikkan Imas ke pangkuanku dengan posisi membelakangi. Kembali no nok Imas kukocok dengan kon tolku. Walaupun masih lemas dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan kon tolku. Aku yang merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil meremas pantat Imas, menikmati pijatan
no noknya.
Bosan dengan gaya berpangkuan, aku berbaring telentang dan membiarkan Imas bergoyang di atas kon tolku. Dengan tetap berciuman aku mengenjotkan kon tolku ke no noknya, kon tolku yang sudah sangat keras tanpa halangan langsung menerobos no noknya, bersarang sedalam-dalamnya. Terasa nikmat sekali. Kedua toketnya kuremas2 dengan penuh napsu. Aku mengenjotkan kon tolku dari bawah dengan cepat, ini membuat Imas mengerang keras dan sepertinya sudah mau nyampe lagi. Baru sebentar goyang dia sudah mau nyampe saking nikmatnya. Imas menjadi semakin liar dalam menggoyang pantatnya. Dia sudah makin terangsang sehingga akhirnya badannya mengejang-ngejang diiringi erangan kenikmatan.
“Auu.. om!” jeritnya.
Untuk beberapa saat kami terdiam. Ia memelukku erat-erat.
“Mas, aku belum ngecret kok kamu udah nyampe”, katanya.
“Habis, nikmat banget sih rasanya kon tol om nyodok2 no nok Imas”, jawabnya terengah.
“Kita terusin ya”, Imas hanya mengangguk lemas.
Aku menyuruh Imas nungging dan membuka pahanya lebar2. Aku mendekat dari belakang. Aku menyapu lembut pantatnya yang mulus padat. Imas menggigit bibirnya dan menahan napas, tak sabar menanti masuknya kon tolku yang masih keras. Aku mengarahkan kon tolku ke no noknya. Perlahan-lahan kepala kon tolku yang melebar dan berwarna merah mengkilap itu menerobos no noknya. Imas mendongak dan mendesis kenikmatan. Sejenak aku berhenti dan membiarkan dia menikmatinya, lalu mendadak aku menghentakkan pantatku keras ke depan. Sehingga terbenamlah seluruh kon tolku di no noknya.
“Aacchh..!!”, Imas mengerang keras.
Rambutnya kujambak sehingga wajahnya mendongak keatas. Sambil terus menggenjot no noknya, tanganku meremas2 kedua toketnya yang berguncang2 karena enjotanku yang keras, seirama dengan keluar masuknya kon tolku di no noknya. Terdengar bunyi kecipak cairan no noknya, Imas pun terus mendesah dan melenguh.
Mendengar itu semua, aku semakin bernafsu. Enjotan kon tol kupercepat, sehingga erangan dan lenguhannya makin menjadi2.
“Oohh..! Lebih keras om.
Ayo, cepat. Cepat. Lebih keras lagii!” Keringatku deras menetesi punggungnya. Wajahku pun telah basah oleh keringat. Rambutnya semakin keras kusentak. Kepalanya semakin mendongak. Dan akhirnya dengan satu sentakan keras, aku membenamkan kon tolku sedalam-dalamnya. Imas menjerit karena kembali nyampe. Aku terus meremas2 toketnya dengan penuh nafsu dan makin keras juga menghentakkan kon tolku keluar masuk no noknya sampai akhirnya pejuku menyemprot dengan derasnya di dalam no noknya. Rasanya tak ada habis-habisnya. Dengan lemas aku menelungkup di atas punggungnya.
Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Imas yang masih terlelap di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Imas untuk membangunkannya.
“Gimana , puas semalem?” tanyaku.
“Gila Imas om en totin sampe kelenger, kuat banget sih om”.
“Imas suka kan aku en tot, kapan2 kalo ada kesempatan mau enggak ngen tot lagi ama aku?”
“Mau banget om, tapi jangan sampe ibu tau ya om. Imas belon pernah bangun jam 10 gini, enak ya om gak usah ngerjain tugas rumah tangga. Om gak laper, ntar Imas siapin”.
“Katanya gak mo ngerjain kerjaan rumah tangga. Kita pelukan di ranjang lagi. Masih mau lagi gak?”
“Kalo om bisa napa enggak, Imas nikmat kok dien tot om, mau deh terus2an dien totnya, biar lemes juga”. Aku memeluk dan mencium bibirnya, tanganku aktif menelusuri tubuhnya.
Ketika tanganku sampai ke bawah, kubelai bibir no noknya sekaligus mempermainkan it ilnya.
“Uuhh.. om”, Imas menjerit kecil dan mempererat pelukannya padaku.
Imas mendekatkan wajahnya padaku dan mencium bibirku, selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Imas amat menikmati belaian pada daerah sensitifnya. Dengan tangan kanan aku memainkan toketnya, pentilnya kupencet dan kupilin hingga makin menegang, tangan kiriku meraba-raba no nokku. Imas menikmati jari-jariku bermain di no noknya sambil merintih2 keenakan.
“Maen lagi yuk Mas”.
“Ayuk om, Imas dah pengen dien tot lagi”. Luar biasa ni perempuan, gak ada matinya.
Napsunya besar banget, padahal semalem dah aku en tot sampe dia lemes banget, masih aja mau lagi. Aku meremes2 toket kirinya sambil sesekali memelintir pentilnya. Lalu aku membungkuk dan mengarahkan kepalaku ke toket kanannya yang langsung kukenyot. Imas memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan.
“Mo pake gaya apa Mas”.
“Imas paling nikmat kalo dien tot dari belakang om”. Langsung aku menyuruhnya menungging, kuarahkan kon tolku ke arah no noknya.
Jembutnya yang hitam lebat itu kusibak sehingga tampaklah bibir no noknya yang berwarna merah muda dan basah berlendir. Kuselipkan kepala kon tolku di antara bibir no noknya. Imas mendesah.
Kemudian perlahan tapi pasti aku mendorong kon tolku ke depan. kon tolku menerobos no noknya. Imas menjerit kecil sambil mendongakkan kepalanya keatas. Sejenak aku berhenti dan membiarkan dia menikmatinya. Ketika Imas tengah mengerang-erang dan menggelinjang-gelinjang, mendadak aku menyodokkan kon tolku ke depan dengan cepat dan keras sehingga kon tolku meluncur ke dalam no noknya. Imas tersentak dan menjerit keras.
“Aduh om, enak!” Aku mempercepat enjotan kon tolku di no noknya.
Semakin keras dan cepat enjotanku, semakin keras erangan dan jeritannya.
“Aa..h.!” jeritnya nyampe. Kemudian Imas kutelentangkan diranjang.
Aku menaiki tubuhnya, pahaku menempel erat dipahanya yang mengangkang. Kepala kon tol kutempelkan ke it ilnya. Sambil menciumi leher, pundak dan belakang telinganya, kepala kon tolku bergerak-gerak mengelilingi bibir no noknya yang sudah basah. Imas merem melek menikmati kon tolku di bibir no noknya, akhirnya kuselipkan kon tolku dino noknya.
“Aah”‘ jeritnya keenakan.
Imas merasa kenikmatan yang luar biasa dan sedikit demi sedikit kumasukkan kon tolku. Imas menggoyangkan pantatnya sehingga kon tolku hampir seluruhnya masuk.
“Om, enjot dong kon tolnya, rasanya nikmat sekali”. Perlahan aku mulai mengenjot kon tolku keluar masuk no noknya.
Pahanya di kangkangin lebar-lebar, hingga akhirnya kakinya melingkar di pantatku supaya kon tolku masuk sedalam-dalam ke no noknya. Imas berteriak-teriak dan merapatkan jepitan kakinya di pantatku. Aku membenamkan kon tolku seluruhnya di dalam no noknya.
“Om, Imas nyampe lagi.. Ahh.. Ahh.. Ahh,” jeritnya.
Beberapa saat kemudian, dia membuka sedikit jepitan kakinya dipantatku, paha dibukanya lebar2 dan akhirnya dengan cepat kuenjot kon tolku keluar masuk no noknya. Nikmat sekali rasanya. Setelah delapan sampai sembilan enjotan kon tolku di no noknya, akhirnya croot..croot.. croot.. croot..
”Mas, aku ngecret”, erangnya. Pejuku muncrat banyak sekali memenuhi no noknya.
Setelah mandi kami baru menyiapkan makan pagi dan menyantapnya bersama.
“Mesra banget ya om, kaya penganten baru aja”. Sungguh nikmat tinggal bersama Imas selama majikannya berlibur ke bali.
Gak keitung berapa kali aku mereguk kenikmatan bersama Imas. Demikian juga Imas yang sepertinya ketagihan kon tolku ngenjot no noknya.