Baca bagian kelima
Zone Dewasa
Saat sedang berjalan pelan, tiba-tiba dari ruang ICU terdengar teriakan.
”ABAAAHHH.” teriak Titin sesaat sebelum ruangan tersebut dikerumuni dokter dan suster.
”Nah, Aa’ harus banyak makan biar cepat sembuh yah! Sok atuh, buka lagi mulutnya!” kata cewek cantik yang tengah menyuapiku di ranjang kamarku.
Dia adalah Titin, anak tunggal mang Kosim.
”Aduh, Tin, kan udah berkali-kali kubilang, mas Rian biar aku saja yang urus. Kamu kerjain yang lain aja.” ujar cewek cantik yang satunya lagi sambil merebut piring dari Titin.
”Udah, Titin saja. Kan udah kewajiban Titin ngrawat calon suami Titin.” jawab Titin sambil mempertahankan piring yang ada di genggamannya.
”Enak aja, mas Rian itu PACARKU! Jadi jangan macam-macam kamu sama dia.” teriak Nadya.
Ya, beginilah keseharianku. Dijadikan rebutan 2 cewek cantik. Sudah 1 bulan sejak kematian mang Kosim dan sekarang aku disibukan dengan 2 cewek ini.
”Ah, mang Kosim, gimana sih, masa jodohin aku sama si Titin. Emang sih anaknya cantik, tapi kan gue belum kenal bener. Lagian, dia kan tahu kelakuan gue kalo deket cewek cakep.” Batinku.
Yah, memang betul, si Titin sama mang Kosim dijodohin sama aku. Hal ini terkuak 2 minggu yang lalu. Kejadian 2 minggu yang lalu. Saat penghuni kost yang lain tengah sibuk dengan acara tahlilan mang Kosim, mau tak mau aku mengurusi diriku sendiri. Biasanya ada Nadya yang mengurusiku, tapi hari itu dia sedang sibuk karena ada kegiatan di sekolahnya. Saat aku ingin mandi, tapi kesulitan melangkah gara-gara kakiku yang masih di-gips, dengan tertatih-tatih aku menuju kamar mandi. Tiba-tiba aku terpeleset.
Dalam hati kuberkata, ”Waduh, belum sembuh nambah lagi deh penderitaan gue.”
Saat sedang enak-enaknya menunggu sensasi jatuh, tiba-tiba… ”BRRUUK!!”
”Lho, kok gak sakit? Wah, ada yang empuk-empuk di punggung gue. Apa gue udah langsung koit yah, kok kayaknya gue tahu nih barang.” belum terjawab semua pertanyaan yang ada di hatiku, aku dikejutkan dengan suara merdu yang hinggap di kupingku.
”Aa’, turun atuh. Kan badan Aa’ besar. Titin gak kuat nahan badan Aa’ terus.” ujar suara merdu tersebut yang tak lain adalah Titin, ternyata dia sedang kutindih dengan punggungku.
”Wah, maaf, Tin. Gue gak tahu kalo lo yang nahan jatuh gue.” Kataku sambil bangun.
Tapi mungkin sedang sial, atau malah lagi mujur, aku kepeleset lagi dan jatuh tepat diatas Titin lagi, tapi dalam posisi berhadapan dan tanganku pas banget mendarat di susunya.
”Akkhh… Aa’ genit ah. Jangan disini donk a’, Titin malu.” katanya sambil tersipu-sipu.
Melihat hal itu, aku jadi penasaran. Masa gadis lugu macam Titin bisa dipake.
”Tin, emang gue boleh giniin lo?” sambil tanganku meremas-remas susu mungilnya.
”Kalo buat calon suami mah, apa aja Titin kasih.” jawabnya sambil memelukku.
”What the hell! Calon suami?!! Kapan juga gue setuju jadi suaminya, kan gue janjinya cuma ngejagain Titin doank.” pikirku.
”Emang kata siapa gue calon suami lo, Tin?” tanyaku.
”Kata abah A’. Sebelum abah meninggal, abah berpesan pada Titin agar Aa’ jadi suami Titin.
Kata abah juga Aa’ sudah setuju.” katanya sambil menatapku dengan penuh tanda tanya.
”Emang lo gak apa-apa punya suami gue? Gue ini tukang maenin cewek lho, punya simpenan banyak, tukang ngentot dan… Emmphh.” belum sempat aku berbicara lagi, mulutku sudah ditahan dengan tangan lembutnya.
”Abah juga udah cerita semua tentang Aa’, jadi Titin tetep nerima Aa’ apa adanya.” katanya sambil menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.
Saat sedang kebingungan, dari arah pintu aku melihat Nadya baru pulang dari sekolah. Tiba-tiba terlintas ide bagus.
”Nad, kesini donk, bantuin aku.” ujarku sambil mengeluarkan kepalaku dari pintu.
”Ntar aja ya, mas, aku ca…” belum sempat Nadya melanjutkan perkataannya, aku sudah menariknya ke dalam kamar.
Melihat Titin, Nadya sempat terkejut. Tanpa memberi kesempatan dia berbicara, segera kucium dia dengan ganas.
”Eeehhhmmmm… Uuuhhmmmm…” desah Nadya tidak jelas karena tertahan ciumanku. Lama-lama dia tampaknya menikmati ciumanku.
”Ehhmmn.. Aahhh… gimana, Tin, gue cowok brengsek kan? Kamu gak bakal mau deh jadiin gue suami lo.” kataku setelah melepaskan ciumanku pada Nadya.
”Apa! Suami?! Mas, apaan sih ini? Tin, coba lo jelasin ada apa nih sebenarnya?” cerocos Nadya yang kaget saat aku membahas masalah suami.
”Gini, mbak Nadya, abah sebelum meninggal berpesan pada Titin supaya Aa’ Jaka jadi suami Titin.” terang Titin sambil bergelayut mesra di lengan kananku.
”Enak aja, mas Rian itu pacarku.” balas Nadya tak mau kalah sambil bergelayut mesra di lengan kiriku.
Kurasakan susu kedua cewek itu empuk dan hangat. Kedua cewek itu terus saja menarikku ke arah masing-masing. Tanpa sengaja kaki Titin menyenggol kakiku yang patah sehingga aku mengaduh. Melihat aku yang kesakitan, mereka berdua langsung melepaskan pegangannya sehingga aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
”BRUUUUKK…” Aku langsung pingsan. Saat aku mulai sadar, kurasakan ada sesuatu yang hangat mengalir di kedua tanganku. Kulihat Nadya dan Titin tertidur memeluk tanganku di kedua sisi. Ternyata mereka berdua menangis sambil memeluk tanganku.
”Nad, Tin, gue sudah gak apa-apa kok. Kalian tidur aja di kamar kalian masing-masing.” kataku sambil membangunkan mereka berdua.
”Maafin Titin yah, A’. Titin gak sengaja tadi, cuma Aa’ yang Titin punya di dunia ini sekarang, jadi jangan tinggalin Titin yah A’?!” kata Titin sambil menangis.
”Udah, jangan nangis. Kan gue bilang gue gak apa-apa.” kataku sambil mengusap air mata dari pipinya.
Aku merasa kasihan sama Titin karena sudah ditinggal kedua orang tuanya, sama sepertiku.
”Udah donk, kok malah sayang-sayangan, aku kan juga mau.” kata Nadya sambil menarik mukaku dan menciumku dengan mesra.
”Eh, Titin kan tadi gak gitu, Titin juga mau donk A’.” kata Titin dan mulai menciumku dengan mesra juga.
Tak mau kalah dengan Titin, Nadya pun mulai membuka semua pakaiannya.
”Nad, lo mau ngapain? Kok baju lo, lo buka semua?” tanyaku, tapi Nadya hanya diam saja sambil tersenyum dan mulai membuka pakaianku secara hati-hati.
”Mas, aku mau tunjukin sama Titin kalau kita memang sudah pacaran dengan serius.” katanya sambil mulai mengurut kontolku.
Dan setelah kontolku berdiri dengan tegak, maka dengan sigap dia mengulumnya dengan penuh nafsu.
”Uuuhhhmmm… Eeehhhmmmm… Oooohhmmm…” tak jelas apa yang dikatakannya.
Aku hanya bisa merem melek merasakan nikmat yang mulai menjalar di kontolku. Kulihat si Titin melihatku dengan mata yang sayu dan nafas yang memburu. Tanpa dikomando, dia pun melepas bajunya sampai bugil dan terlihatlah susunya yang imut tapi sangat pas dengan tubuhnya yang langsing.
”Titin juga bisa melayani Aa’.” Katanya sambil merebut kontolku dari genggaman Nadya dan langsung mengulumnya dengan nafsu.
Tapi kok mahir banget si Titin ngulumnya?
”Tin, kok e-enak banget sih isapan lo?” kataku terbata-bata karena keenakan.
Nadya yang melihat reaksiku sepertinya cemburu dan langsung menghalangi pandanganku dengan menyodorkan memeknya ke mukaku.
”Mas, jilatin punyaku donk.” katanya sambil menggoyangkan pinggulnya sedikit.
Tanpa disuruh dua kali, aku langsung menjilatinya dengan nafsu.
”Akkkkhhh… Terus, mas… Sssshhh…” ujar Nadya sambil menggoyang pantatnya dan menjambak rambutku.
Saat sedang enak-enaknya menservis memek Nadya, aku merasakan kontolku memasuki lubang yang sangat sempit. Ternyata Titin sedang berusaha memasukan kontolku ke dalam memeknya.
”Tin, emang kamu yakin mau nyerahin perawan lo sama gue?” tanyaku.
”Titin rela kok, kan Aa’ sudah jadi calon suami Titin. Sssshhhhh… AAAKKKHHHH…!!!” ujar Titin sambil menancapkan kontolku ke dalam memeknya.
Trus dia diam saja sambil menahan rasa sakit yang menyerangnya.
”Aakkhhh.. Ooohhhk.. Sssshhhh..” desah Titin saat mulai menggoyang pinggulnya.
Sedangkan Nadya menyodorkan susunya yang putih untuk kuhisap dan kujilati puting pinknya. Saat sedang disibukan dengan dua cewek ini, dari arah pintu, muncul tiga orang perempuan. Mereka adalah mbak Dewi, Mbak Sari dan bu Selvi, sehingga aku, Nadya dan Titin menghentikan kegiatan kami.
”Wah, Rian, gue mau pamitan, eh malah asyik main ama daun muda. Ikutan ah, itung-itung kenangan terakhir.” ujar mbak Dewi sambil mulai melepas bajunya.
”Iya nih, kan mbak Dewi mau pindah ikut suaminya ke Aceh, Rian, jadi sekalian mau pamit. Eh, Rian, minum nih dulu gih biar tambah kuat.” kata mbak Sari sambil memberiku pil warna biru yang diambilnya dari saku celananya.
”Sekalian ibu mau ngomong sama kamu dan Titin, ibu mau pergi ke amerika buat nerusin kuliah disana. Jadi kamu sama Titin ibu serahin tanggung jawab buat ngurusin nih kost-kostan, ok?” kata bu Selvi yang hanya mengenakan bra dan celana dalamnya saja.
Aku hanya mengangguk pelan sambil memandangi tubuh sexynya yang akan sangat kurindukan. Titin yang sudah tak sabar lagi langsung menghujamkan kontolku ke dalam memeknya sampai mentok.
”Akkhh… A’… Titin sayang Aa’! Sssshhh….” teriaknya saat perawannya jebol.
”Tin, lo masih perawan? Gila, si Rian dapat perawan lagi, mbak.” kata Mbak Sari sambil mulai menciumi leher bu Selvi.
”Emang yang pertama sapa, Sar?” tanya mbak Dewi yang mulai memainkan payudara Nadya.
”Tuh, yang lagi lo remes susunya.” kata mbak Sari.
Tak sampai 10 menit, Titin sudah keluar.
”Aakkhh… AA’…!!!” dia pun melemas dan langsung digantikan oleh mbak dewi.
”Ssshhhh… Rian. Makin besar aja punya lo. Sssshhh…” mbak Dewi langsung menggoyangkan pinggulnya.
Kurasakan memek mbak Dewi semakin sempit dari yang pernah kurasakan.
”Mbak, kok rasanya beda?” tanyaku.
”Aakkh… Punya suami gue kecil, jadi gak berasa. Sssshh…” ujar mbak Dewi sambil mempercepat goyangannya.
Tak sampai 15 menit, dia sudah keluar.
Dan begitulah seterusnya. Malam itu, aku digilir oleh 5 orang wanita tanpa henti. Yang bikin aku bingung, kok aku bisa tahan lama banget yah? Ternyata itu karena khasiat obat dari mbak Sari.
Esoknya, Mbak dewi berangkat ke Aceh bersama keluarganya. Seminggu kemudian, Bu Selvi pun berangkat menuntut ilmu di negeri paman Sam.Dan disinilah aku, sedang memikirkan dua cewek cantik yang masih memperebutkanku.
No comments:
Post a Comment